Kali
Asem sebagai sungai yang membelah tengah Kota Lumajang adalah salah satu
cerminan kondisi Lumajang. Sebagai sungai yang berada di tengah kota, Kali Asem
seolah menjadi perwakilan kondisi pengelolaan sampah yang ada di Lumajang.
Niatan pemerintah untuk memperbaiki kondisi sungai dengan melakukan normalisasi
sungai ternyata seolah menguak “borok” yang ada di kali Asem, permasalahan yang
selama ini tersembunyi, luput dari perhatian, dan tidak disadari oleh sebagian
besar warga Lumajang.
Dulu
ketika kali Asem memiliki cukup banyak sedimen di badan sungai, sampah yang ada
di sungai seolah tertutupi oleh banyaknya sedimen dan vegetasi yang ada di
dalam badan sungai. Namun sejak beberapa waktu lalu pemerintah Lumajang
melakukan normalisasi sungai dengan pengerukan sedimen yang ada di badan sungai
seketika permasalahan pun mencuat. Sampah yang selama ini tersembunyi menjadi
nampak dan mulai menjadi keluhan dan perhatian warga Lumajang karena
keberadaannya mengganggu estetika sungai. Sebagai Kabupaten yang rutin mendapat
penghargaan Adipura dari pemerintah tentu masalah ini seakan menjadi tamparan
bagi pemerintah dan warga Kabupaten Lumajang. Kesan kota yang asri seketika
hilang menjadi kesan kumuh sekarang dirasakan masyarakat yang melihat kondisi
Kali Asem.
Masalah
sampah sungai bukan masalah yang sederhana dan dapat diabaikan begitu saja,
terlalu besar resiko yang akan timbul dikemudian hari jika kita mengabaikan
permasalahan ini. Sudah banyak contoh kota-kota di Indonesia yang tidak
memperhatikan masalah kebersihan sungai sekarang menerima akibat buruknya.
Contoh saja kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya perlu
beberapa tahun dan adana yang tidak sedikit untuk menangani masalah sampah yang
telah terlanjur menumpuk.
Pengertian Sampah
Peningkatan aktivitas
masyarakat akan meningkatkan
jumlah sampah yang dihasilkan.
Sampah yang dihasilkan
tidak hanya sampah organik melainkan
juga sampah anorganik.
Banyaknya sampah yang dihasilkan harus
diolah dengan sebaik
mungkin agar tidak
menimbulkan efek negatif seperti
mencemari lingkungan yang
mana dapat berdampak pada kesehatan
masyarakat, banjir, penyumbatan
sistem drainase dan sebagainya. Kesadaran
untuk mengolah sampah
dengan baik didalam masyarakat masih minim, hal ini dapat
dilihat dari anggapan masyarakat mengenai
sampah itu sendiri.
Masyarakat pada
umumnya menganggap bahwa sampah
merupakan barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang.
Terdapat beberapa definisi
mengenai sampah yang meliputi: (1) Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia,
sampah merupakan barang atau benda yang dibuang karena tidak
terpakai lagi. (2) Kamus Lingkungan dalam
Basriyanta (2007), sampah
adalah bahan yang tidak
mempunyai nilai atau
tidak berharga untuk
digunakan secara basa atau khusus dalam produksi atau pemakaian; barang
rusak atau cacat selama manufaktur; atau materi berlebihan atau buangan. (3) Basriyanta (2007),
sampah merupakan barang
yang dianggap sudah tidak
terpakai dan dibuang
oleh pemilik/pemakai sebelumnya,
tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar. (4)
UU RI
No 18 Tahun
2008, Sampah merupakan
sisa dari aktivitas manusia ataupun sisa dari proses
alam yang berpentuk padat. (5) Tim Penulis PS (2008), sampah adalah suatu bahan yang dibuang atau dibuang
dari sumber aktivitas manusia atau alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Dampak Membuang Sampah ke Sungai
Dampak
yang mungkin akan ditimbulkan dari masalah sampah sungai ini antara lain:
aliran sungai akan tersendat yang berpotensi menimbulkan banjir. Percepatan
pendangkalan dasar sungai. Rawan akan menjadi sumber penyebaran penyakit (Nur, 2008).
Mengganggu keindahan dan kenyamanan kota (Basriyanta, 2007). Ikan-ikan pada
spesies tertentu banyak yang punah karena jenis sampah tertentu mengandung zat
kimia yang dapat merusak ekosistem sungai (Ardiyansyah, 2014). Menurut
Damanhuri dan Padmi (2011), beberapa sifat dasar dari sampah seperti kemampuan
termampatkan yang terbatas, keanekaragaman komposisi, waktu untuk
terdekomposisi sempurna yang cukup lama, dan sebagainya, dapat menimbulkan
beberapa kesulitan dalam pengelolaannya. Misalnya, diperlukan lahan yang cukup
luas dan terletak agak jauh dari pemukiman penduduk, sebagai lokasi pembuangan
akhir sampah. Volume sampah yang besar merupakan masalah tersendiri dalam
pengangkutannya, begitu juga dengan masalah pemisahan komponen-komponen tertentu
sebelum proses pengolahan.
Menurunnya
kualitas air baku air minum PDAM, mungkin hal ini yang tidak banyak disadari
masyarakat bahwa ketika pertumbuhan jumlah penduduk semakin pesat seperti
kota-kota besar maka air PDAM akan menjadi andalan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan air bersih dan air minumnya. Ketika sungai sudah terlanjur kotor
dipenuhi oleh limbah dan sampah, maka biaya pengolahan air akan menjadi semakin
mahal yang artinya harga jual akan semakin mahal juga dan berpengaruh juga pada
akses masyarakat untuk mendapatkan air bersih pada masa yang akan datang. Oleh
karena itulah kita perlu untuk menjaga sungai agar tetap bersih dan menjadi
berkah bagi warga, bukan sebagai masalah yang akan timbul pada kemudian hari.
Alasan Membuang Sampah ke Sungai
Penduduk
yang besar akan menghasilkan sampah yang besar pula. Salah satu bentuk sampah
adalah sampah domestik. Dalam setiap kegiatan rumah tangga
pasti akan menyisakan
sampah domestk (Djajadiningrat, 1993). Sampah
mempunyai hubungan yang
erat dengan manusia
dan lingkungan karena dari
sini akan menimbulkan
dampak positif ataupun negatif yang
mana tegantung pada
cara pengelolaan sampah.
Sebanyak 20% sampah yang dihasilkan dibuang ke kali/sembarangan
menyumbang sekitar 60% -
70% pencemaran sungai
(JICA, 2005).
Menurut
Ardiyansyah (2014), alasan masyarakat membuang sampahnya ke sungai antara lain
:
a.
Tidak ada tempat
pembuangan sampah didekat rumah, padatnya pembangunan tidak menyisakan lahan
kosong sebagai tempat menampung sampah rumah tangga.
b.
Jauhnya lokasi
tempat sampah dari tempat tinggal
c.
Biaya pembuangan
sampah disungai lebih murah jika dibanding membayar tukang kebersihan untuk
menggangkutnya ke tempat pembuangan sampah akhir TPA.
d.
Budaya dan
kebiasaaan masyarakat yang menganggap sungai sebagai tempat pembuangan ahir.
e.
Ketidak pahaman
masyarakat akan pentingnya menjaga sungai untuk kelestarian ekosistem dan juga
kehidupan masyarakat.
Permasalahan
Sampah di Indonesia
Besarnya
penduduk dan keragaman aktivitas kota-kota di Indonesia, mengakibatkan
munculnya persoalan dalam pelayanan prasarana perkotaan, seperti masalah
sampah. Diperkirakan hanya sekitar 60 % sampah di kota-kota besar di Indonesia
yang dapat terangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), yang operasi utamanya
adalah pengurugan (landfilling). Artinya masih ada sekitar 40% dari total
sampah perkotaan yang belum terangkut atau terkelola dengan baik, inilah
memunculkan permasalahan salah satunya pembuangan sampah ke sungai. Banyaknya sampah
yang tidak terangkut kemungkinan besar tidak terdata secara sistematis, karena
biasanya dihitung berdasarkan ritasi truk menuju TPA. Jarang diperhitungkan sampah
yang ditangani masyarakat secara swadaya, ataupun sampah yang tercecer dan
secara sistematis dibuang ke badan air (Damanhuri, dan Padmi, 2011).
Sampai
saat ini paradigma pengelolaan sampah yang digunakan adalah:
KUMPUL-ANGKUT-BUANG, dan andalan utama sebuah kota dalam menyelesaikan masalah
sampahnya adalah pemusnahan dengan landfillingpada sebuah TPA. Pengelola kota
cenderung kurang memberikan perhatian yang serius pada TPA tersebut, sehingga
muncullah kasus-kasus kegagalan TPA. Pengelola kota tampaknya beranggapan bahwa
TPA yang dipunyainya dapat menyelesaikan semua persoalan sampah, tanpa harus
memberikan perhatian yang proporsional terhadap sarana tersebut.
Penyingkiran
dan pemusnahan sampah atau limbah padat lainnya ke dalam tanah merupakan cara
yang selalu digunakan, karena alternatif pengolahan lain belum dapat
menuntaskan permasalahan yang ada. Cara ini mempunyai banyak resiko, terutama
akibat kemungkinan pencemaran air tanah. Di negara majupun cara ini masih tetap
digunakan walaupun porsinya tambah lama tambah menurun. Cara penyingkiran
limbah ke dalam tanah yang dikenal sebagai landfilling merupakan cara yang
sampai saat ini paling banyak digunakan, karena biayanya relatif murah,
pengoperasiannya mudah dan luwes dalam menerima limbah. Namun fasilitas ini
berpotensi mendatangkan masalah pada lingkungan, terutama dari lindi (leachate)
yang dapat mencemari air tanah serta timbulnya bau dan lalat yang mengganggu,
karena biasanya sarana ini tidak disiapkan dan tidak dioperasikan dengan baik
(Damanhuri, dan Padmi, 2011).
Karakter Masyarakat
Perilaku
masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah timbul berdasarkan dorongan yang
ada dalam diri yang bersangkutan untuk melakukan tindakan tertentu yang sesuai
dengan pengetahan dan keinginannya. Menurut Pambudi (1999) ada beberapa prinsip
dasar yang dimiliki setiap individu sehubungan dengan perilaku, yaitu : (1)
individu memiliki perbedaan perilaku, (2) individu memiliki kebutuhan yang
berbeda, (3) individu berfikir tentang masa depan dan membuat pilihan tentang
bagaiman bertindak, (4) individu memahami lingkungannya, (5) individu memiliki
reaksi terhadap aksi, dan (6) banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku.
Perilaku
masyarakat dalam pengelolaan sampah dipengaruhi beberapa faktor, baik internal
maupun eksternal. Yang termasuk faktor eksternal adalah sosial, budaya,
ekonomi, teknologi, dan lain-lain. Sedangkan faktor internal adalah umur,
tingkat pendidikan, agama, jenis kelamin, dan lain-lain. Kondisi sosial
masyarakat yang terbiasa dengan nilai-nilai tradisional dalam kehidupan
sehari-hari memiliki kecenderungan untuk berperilaku yang sama ketika yang
bersangkutan melakukan kegiatan pengelolaan sampah.
Menurut
Kurib (2010), faktor pembeda antar individu masyarakat tentang pengelolaan
sampah adalah faktor pendidikan. Sedangkan faktor lain seperti usia,
pendapatan, jenis kelamin, dan jenis pekerjaan tidak berbeda signifikan dalam
masalah pengelolaan sampah. Faktor pendidikan berhubungan dengan pengetahuan
tentang pengelolaan sampah, bagaimana manfaat pengelolaan sampah, dampak tidak
melakukan pengelolaan sampah, potensi yang masih ada pada sampah, dan pentinya
kelestarian lingkungan untuk masa depan.
Pengelolaan Sampah Terpadu
Pengelolaan
sampah pada masyarakat modern bertambah lama bertambah kompleks sejalan dengan
kekomplekan masyarakat itu sendiri. Pengelolaan sampah pada masyarakat modern
membutuhkan keterlibatan beragam teknologi dan beragam disiplin ilmu. Termasuk
di dalamnya teknologi-teknologi yang terkait dengan bagaimana mengontrol
timbulan (generation), pengumpulan (collection), pemindahan (transfer),
pengangkutan (transportation), pemrosesan (processing), pembuangan akhir (final
disposal) sampah yang dihasilkan pada masyarakat tersebut. Pendekatannya tidak
lagi sesederhana menghadapi masyarakat non-industri, seperti di perdesaan. Seluruh proses tersebut hendaknya
diselesaikan dalam rangka bagaimana melindungi kesehatan masyarakat,
pelestarian lingkungan hidup, namun secara estetika dan juga secara ekonomi
dapat diterima.
Beragam
pertimbangan perlu dimasukkan, seperti aspek adminsitratif, finansial, legal,
arsitektural, planning, kerekayasaan. Semua disiplin ini diharapkan saling
berkomunikasi dan berinteraksi satu dengan yang lain dalam hubungan
interdipliner yang positif agar sebuah pengelolaan persampahan yang
terintegrasi dapattercapai secara baik.
Pengelolaan
sampah terpadu dapat didefinisikan sebagai pemilihan dan penerapan
teknik-teknik, teknologi, dan program-program manajemen yang sesuai, untuk
mencapai sasaran dan tujuan yang spesifik dari pengelolaan sampah. USEPA di
Amerika Serikat mengidentifikasi 4 (empat) dasar pilihan manajemen strategi,
yaitu:
a. Reduksi sampah di sumber
b. Recyclingdan pengomposan
c. Transfer ke enersi (waste-to-energy)
d. Landfilling
Negara
Bagian Kalifornia mengartikan konsep integrasi tersebut dengan menerapkan
secara hierarkhi pilihan teknologi tersebut, yaitu :
a. Reduksi sampah di sumber
b. Recyclingdan pengomposan
c. Transformasi limbah
d. Landfilling
Artinya
transformasi sampah baru dipertimbangkan bila telah dilakukan upaya-upaya
recyclingatau pengomposan sebelumnya, guna mengurangi secara kuantitatif
sampah.

Konsep
pengelolaan sampah permukiman secara terintegrasi (Damanhuri dan Padmi, 2010).
Telah
dibahas sebelumnya, bahwa penanganan sampah yang terintegrasi bertujuan untuk
meminimalkan atau mengurangi sampah yang terangkut menuju pemrosesan akhir.
Pengelolaan sampah yang hanya mengandalkan proses kumpul-angkut-buang
menyisakan banyak permasalahan dan kendala, antara lain ketersediaan lahan
untuk pembuangan akhirnya. Daur ulang sampah sudah menjadi dasar yang
diamanatkan oleh UU-18/2008.
Masing-masing
kota diperkirakan pada tahun-tahun mendatang akan mengalami penambahan penduduk
yang cukup besar sehinggapembuangan sampah akan mengalami peningkatan yang
pesat pula, terutama sampah organik yang merupakan jumlah sampah terbanyak.
Persentase pemanfaatan kembali sampah oleh masyarakat masih jauh dari jumlah
sampah yang dihasilkan, sehingga volume sampah yang belum tertanggulangi masih
banyak. Untuk mendukung upaya pemerintah dalam strategi pengurangan sampah
tentunya pemanfaatan kembali sampah merupakan hal yang sangat penting dan
sangat diajurkan.
Selain
dapat mengurangi timbulan sampah yang berasal dari sumbernya sendiri, kegiatan
pemanfaatan kembali khususnya sampah an-organik ini banyak sekali manfaatnya
bagi warga, seperti diperolehnya usaha sampingan, pembukaan lapangan pekerjaan
baru, memperkuat kepedulian terhadap lingkungan, juga memperkuat peranserta
masyarakat. Manfaat lain yang mungkin dirasakan oleh pemerintah adalah
mengurangi subsidi untuk penanganan sampah. Sampai saat ini timbulan sampah
yang dapat ditangani oleh pemerintah daerah belum mencapai 100%. Hal ini
berarti masih terdapat sampah yangtertinggal atau tidak tertangani oleh
pemerintah daerah disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana yang ada.
Upaya pemanfaatan kembali, pengolahan dan kampanye pengurangan sampah terutama
sampah non-organik merupakan alternatif yang sangat positif sebagai kerangka
untuk menjawab permasalahan persampahan tersebut. Sektor informal yang
berkecimpung dalam masalah pendaur-ulangan barang-barang bekas atau sampah
memiliki potensi dalam pengurangan sampah khususnya sampah non-organik yang ada
di perkotaan.
Sektor
informal yang selama ini telah aktif dalam upaya daur-ulang sampah kota yaitu
pemulung, lapak dan bandar perlu diintegrasikan dalam sistem pengelolaan sampah
kota yang berpusat pada sarana pengelolaan sampah tersebut. Program daur-ulang
pada dasarnya tidak hanya dilakukan di sumber-sumber timbulan sampah, akan
tetapi juga diterapkan di tempat transit sampah (TPS) yang dapat disebut sebagai
pengolahan skala kawasan, atau dalam lokasi pengolahan/pemrosesan akhir.
Penerapan program daur-ulang dan proses pengolahannya di tempat
pengolahan/pemrosesan akhir, dikenal dengan konsep Pengolahan Sampah Terpadu.
Konsep ini prinsipnya menyatukan secara terpadu kegiatan pembuangan akhir
dengan kegiatan proses pemilahan, daur ulang, dan komposting, dan upaya lainnya
agar sampah yang akan diurug menjadi lebih sedikit. PPT dan PPLH ITB pada tahun
1980-an telah memperkenalkan dan menguji-coba konsep ini sebagai Kawasan
Industri Sampah (KIS).
Dengan
pengembangan sistem pengolahan sampah terpadu ini, fungsi dari tempat
pemrosesan akhir sampah pada beberapa tahun mendatang dapat menjadi tidak
dominan karena kapasitas sampah yang akan diurug lebih kecil daripada sampah
yang dapat diolah atau dimanfaatkan lagi, hal ini seiring dengan tahap
pengembangan pengelolaan persampahan yang semakin meningkat.
Daftar Pustaka
Ardiyansyah, Rizal. 2014. Alasan Dan Dampak Membuang Sampah Di Sungai dalam http://rizalardiansyah25.blogspot.co.id/2014/02/alasan-dan-dampak-membuang-sampah-di.html
[diaskes pada 1 November 2015]
Basriyanta. 2007. Mamanen Sampah. Yogyakarta: Kanisius
Djajadiningrat,
T. Surna. 1993. Terjemahan
Environmental Management
Development in Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Damanhuri, Enri dan Padmi, Tri. 2011. Diktat Mata Kuliah Pengelolaan Persampahan.
Bandung : ITB
Kurib, Abas. 2010. Model Pengelolaan Sampah Domestik Permukiman Penduduk di Pinggir Sungai
Musi Kota Palembang dengan Pendekatan Reduce, Reuse, Recycle dan Partisipasi.
Bogor : IPB
Nur
Sulistiawan, Insan. 2008. Skripsi.
Pengelolaan Sampah Terpadu
Di Perumahan Pamungkas
Yogyakarta. Yogyakarta: Jurusan
Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universiatas
Islam Indonesia
Pambudy, R. 1999. Perilaku Komunikasi, Perilaku Wirausaha Peternak, Dan Penyuluhan Dalam Sistem Agribisnis Peternakan Ayam.
Bogor : IPB
Tim
Penulis PS. 2008. Penanganan
dan Pengelolaan Sampah.
Bogor: Penebar Swadaya
http://birohukum.pu.go.id/Rumah%20Negeri/UU18-2008.pdf. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun
2008. Tentang Pengelolaan Sampah.
http://www.terranet.or.id/konferensi/0307-sampah/draft_RUU_isi.pdf. Oleh: Japan
International Cooperation Agency
(JICA). 2005. Draft
Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang
Pengelolaan Persampahan
IDENTITAS
PENULIS
Nama :
Mawan Eko Defriatno
Tempat / tgl lahir :
Lumajang / 1 Desember 1990
Alamat :
Sumber Anyar, kec. Rowokangkung, kab. Lumajang
Jenis kelamin :
Laki-laki
Status :
Mahasiswa magister (S2)
Jurusan :
Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih dan Sanitasi
Fakultas :
Teknik Sipil dan Lingkungan
Universitas :
Institut Teknologi Bandung (ITB)
Masyarakat pada umumnya menganggap bahwa sampah merupakan barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang.
BalasHapusLukQQ
Situs Ceme Online
Agen DominoQQ Terbaik
Bandar Poker Indonesia