Selasa, 07 Februari 2017

Pengelolaan Sampah Terpadu Sebagai Opsi Penanganan Sampah Kali Asem Kabupaten Lumajang



Kali Asem sebagai sungai yang membelah tengah Kota Lumajang adalah salah satu cerminan kondisi Lumajang. Sebagai sungai yang berada di tengah kota, Kali Asem seolah menjadi perwakilan kondisi pengelolaan sampah yang ada di Lumajang. Niatan pemerintah untuk memperbaiki kondisi sungai dengan melakukan normalisasi sungai ternyata seolah menguak “borok” yang ada di kali Asem, permasalahan yang selama ini tersembunyi, luput dari perhatian, dan tidak disadari oleh sebagian besar warga Lumajang.
Dulu ketika kali Asem memiliki cukup banyak sedimen di badan sungai, sampah yang ada di sungai seolah tertutupi oleh banyaknya sedimen dan vegetasi yang ada di dalam badan sungai. Namun sejak beberapa waktu lalu pemerintah Lumajang melakukan normalisasi sungai dengan pengerukan sedimen yang ada di badan sungai seketika permasalahan pun mencuat. Sampah yang selama ini tersembunyi menjadi nampak dan mulai menjadi keluhan dan perhatian warga Lumajang karena keberadaannya mengganggu estetika sungai. Sebagai Kabupaten yang rutin mendapat penghargaan Adipura dari pemerintah tentu masalah ini seakan menjadi tamparan bagi pemerintah dan warga Kabupaten Lumajang. Kesan kota yang asri seketika hilang menjadi kesan kumuh sekarang dirasakan masyarakat yang melihat kondisi Kali Asem.
Masalah sampah sungai bukan masalah yang sederhana dan dapat diabaikan begitu saja, terlalu besar resiko yang akan timbul dikemudian hari jika kita mengabaikan permasalahan ini. Sudah banyak contoh kota-kota di Indonesia yang tidak memperhatikan masalah kebersihan sungai sekarang menerima akibat buruknya. Contoh saja kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya perlu beberapa tahun dan adana yang tidak sedikit untuk menangani masalah sampah yang telah terlanjur menumpuk.

Pengertian Sampah
Peningkatan  aktivitas  masyarakat  akan  meningkatkan  jumlah sampah  yang  dihasilkan.  Sampah  yang  dihasilkan  tidak  hanya  sampah organik  melainkan  juga  sampah  anorganik.  Banyaknya  sampah  yang dihasilkan  harus  diolah  dengan  sebaik  mungkin  agar  tidak  menimbulkan efek  negatif  seperti  mencemari  lingkungan  yang  mana  dapat  berdampak pada  kesehatan  masyarakat,  banjir,  penyumbatan  sistem  drainase  dan sebagainya.  Kesadaran  untuk  mengolah  sampah  dengan  baik  didalam masyarakat masih minim, hal ini dapat dilihat dari anggapan masyarakat mengenai  sampah  itu  sendiri.
Masyarakat  pada  umumnya  menganggap bahwa sampah merupakan barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus  dibuang.  Terdapat  beberapa  definisi  mengenai  sampah  yang meliputi: (1) Menurut  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia,  sampah  merupakan  barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. (2) Kamus  Lingkungan  dalam  Basriyanta  (2007),  sampah  adalah  bahan yang  tidak  mempunyai  nilai  atau  tidak  berharga  untuk  digunakan secara basa atau khusus dalam produksi atau pemakaian; barang rusak atau cacat selama manufaktur; atau materi berlebihan atau buangan. (3) Basriyanta  (2007),  sampah  merupakan  barang  yang  dianggap  sudah tidak  terpakai  dan  dibuang  oleh  pemilik/pemakai  sebelumnya,  tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar. (4) UU  RI  No  18  Tahun  2008,  Sampah  merupakan  sisa  dari  aktivitas manusia ataupun sisa dari proses alam yang berpentuk padat. (5) Tim Penulis PS (2008),  sampah adalah suatu bahan yang dibuang atau dibuang dari sumber aktivitas manusia atau alam yang belum memiliki nilai ekonomis.

Dampak Membuang Sampah ke Sungai
Dampak yang mungkin akan ditimbulkan dari masalah sampah sungai ini antara lain: aliran sungai akan tersendat yang berpotensi menimbulkan banjir. Percepatan pendangkalan dasar sungai. Rawan akan menjadi sumber penyebaran penyakit (Nur, 2008). Mengganggu keindahan dan kenyamanan kota (Basriyanta, 2007). Ikan-ikan pada spesies tertentu banyak yang punah karena jenis sampah tertentu mengandung zat kimia yang dapat merusak ekosistem sungai (Ardiyansyah, 2014). Menurut Damanhuri dan Padmi (2011), beberapa sifat dasar dari sampah seperti kemampuan termampatkan yang terbatas, keanekaragaman komposisi, waktu untuk terdekomposisi sempurna yang cukup lama, dan sebagainya, dapat menimbulkan beberapa kesulitan dalam pengelolaannya. Misalnya, diperlukan lahan yang cukup luas dan terletak agak jauh dari pemukiman penduduk, sebagai lokasi pembuangan akhir sampah. Volume sampah yang besar merupakan masalah tersendiri dalam pengangkutannya, begitu juga dengan masalah pemisahan komponen-komponen tertentu sebelum proses pengolahan.
Menurunnya kualitas air baku air minum PDAM, mungkin hal ini yang tidak banyak disadari masyarakat bahwa ketika pertumbuhan jumlah penduduk semakin pesat seperti kota-kota besar maka air PDAM akan menjadi andalan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan air minumnya. Ketika sungai sudah terlanjur kotor dipenuhi oleh limbah dan sampah, maka biaya pengolahan air akan menjadi semakin mahal yang artinya harga jual akan semakin mahal juga dan berpengaruh juga pada akses masyarakat untuk mendapatkan air bersih pada masa yang akan datang. Oleh karena itulah kita perlu untuk menjaga sungai agar tetap bersih dan menjadi berkah bagi warga, bukan sebagai masalah yang akan timbul pada kemudian hari.

Alasan Membuang Sampah ke Sungai
Penduduk yang besar akan menghasilkan sampah yang besar pula. Salah satu bentuk sampah adalah sampah domestik. Dalam setiap kegiatan rumah  tangga  pasti  akan  menyisakan  sampah  domestk  (Djajadiningrat, 1993).  Sampah  mempunyai  hubungan  yang  erat  dengan  manusia  dan lingkungan  karena  dari  sini  akan  menimbulkan  dampak  positif  ataupun negatif  yang  mana  tegantung  pada  cara  pengelolaan  sampah.  Sebanyak 20% sampah yang dihasilkan dibuang ke kali/sembarangan menyumbang sekitar  60%  -  70%  pencemaran  sungai  (JICA,  2005).
Menurut Ardiyansyah (2014), alasan masyarakat membuang sampahnya ke sungai antara lain :
a.       Tidak ada tempat pembuangan sampah didekat rumah, padatnya pembangunan tidak menyisakan lahan kosong sebagai tempat menampung sampah rumah tangga.
b.      Jauhnya lokasi tempat sampah dari tempat tinggal
c.       Biaya pembuangan sampah disungai lebih murah jika dibanding membayar tukang kebersihan untuk menggangkutnya ke tempat pembuangan sampah akhir TPA.
d.      Budaya dan kebiasaaan masyarakat yang menganggap sungai sebagai tempat pembuangan ahir.
e.       Ketidak pahaman masyarakat akan pentingnya menjaga sungai untuk kelestarian ekosistem dan juga kehidupan masyarakat.

Permasalahan Sampah di Indonesia
Besarnya penduduk dan keragaman aktivitas kota-kota di Indonesia, mengakibatkan munculnya persoalan dalam pelayanan prasarana perkotaan, seperti masalah sampah. Diperkirakan hanya sekitar 60 % sampah di kota-kota besar di Indonesia yang dapat terangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), yang operasi utamanya adalah pengurugan (landfilling). Artinya masih ada sekitar 40% dari total sampah perkotaan yang belum terangkut atau terkelola dengan baik, inilah memunculkan permasalahan salah satunya pembuangan sampah ke sungai. Banyaknya sampah yang tidak terangkut kemungkinan besar tidak terdata secara sistematis, karena biasanya dihitung berdasarkan ritasi truk menuju TPA. Jarang diperhitungkan sampah yang ditangani masyarakat secara swadaya, ataupun sampah yang tercecer dan secara sistematis dibuang ke badan air (Damanhuri, dan Padmi, 2011).
Sampai saat ini paradigma pengelolaan sampah yang digunakan adalah: KUMPUL-ANGKUT-BUANG, dan andalan utama sebuah kota dalam menyelesaikan masalah sampahnya adalah pemusnahan dengan landfillingpada sebuah TPA. Pengelola kota cenderung kurang memberikan perhatian yang serius pada TPA tersebut, sehingga muncullah kasus-kasus kegagalan TPA. Pengelola kota tampaknya beranggapan bahwa TPA yang dipunyainya dapat menyelesaikan semua persoalan sampah, tanpa harus memberikan perhatian yang proporsional terhadap sarana tersebut.
Penyingkiran dan pemusnahan sampah atau limbah padat lainnya ke dalam tanah merupakan cara yang selalu digunakan, karena alternatif pengolahan lain belum dapat menuntaskan permasalahan yang ada. Cara ini mempunyai banyak resiko, terutama akibat kemungkinan pencemaran air tanah. Di negara majupun cara ini masih tetap digunakan walaupun porsinya tambah lama tambah menurun. Cara penyingkiran limbah ke dalam tanah yang dikenal sebagai landfilling merupakan cara yang sampai saat ini paling banyak digunakan, karena biayanya relatif murah, pengoperasiannya mudah dan luwes dalam menerima limbah. Namun fasilitas ini berpotensi mendatangkan masalah pada lingkungan, terutama dari lindi (leachate) yang dapat mencemari air tanah serta timbulnya bau dan lalat yang mengganggu, karena biasanya sarana ini tidak disiapkan dan tidak dioperasikan dengan baik (Damanhuri, dan Padmi, 2011).

Karakter Masyarakat
Perilaku masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah timbul berdasarkan dorongan yang ada dalam diri yang bersangkutan untuk melakukan tindakan tertentu yang sesuai dengan pengetahan dan keinginannya. Menurut Pambudi (1999) ada beberapa prinsip dasar yang dimiliki setiap individu sehubungan dengan perilaku, yaitu : (1) individu memiliki perbedaan perilaku, (2) individu memiliki kebutuhan yang berbeda, (3) individu berfikir tentang masa depan dan membuat pilihan tentang bagaiman bertindak, (4) individu memahami lingkungannya, (5) individu memiliki reaksi terhadap aksi, dan (6) banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku.
Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah dipengaruhi beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Yang termasuk faktor eksternal adalah sosial, budaya, ekonomi, teknologi, dan lain-lain. Sedangkan faktor internal adalah umur, tingkat pendidikan, agama, jenis kelamin, dan lain-lain. Kondisi sosial masyarakat yang terbiasa dengan nilai-nilai tradisional dalam kehidupan sehari-hari memiliki kecenderungan untuk berperilaku yang sama ketika yang bersangkutan melakukan kegiatan pengelolaan sampah.
Menurut Kurib (2010), faktor pembeda antar individu masyarakat tentang pengelolaan sampah adalah faktor pendidikan. Sedangkan faktor lain seperti usia, pendapatan, jenis kelamin, dan jenis pekerjaan tidak berbeda signifikan dalam masalah pengelolaan sampah. Faktor pendidikan berhubungan dengan pengetahuan tentang pengelolaan sampah, bagaimana manfaat pengelolaan sampah, dampak tidak melakukan pengelolaan sampah, potensi yang masih ada pada sampah, dan pentinya kelestarian lingkungan untuk masa depan.

Pengelolaan Sampah Terpadu
Pengelolaan sampah pada masyarakat modern bertambah lama bertambah kompleks sejalan dengan kekomplekan masyarakat itu sendiri. Pengelolaan sampah pada masyarakat modern membutuhkan keterlibatan beragam teknologi dan beragam disiplin ilmu. Termasuk di dalamnya teknologi-teknologi yang terkait dengan bagaimana mengontrol timbulan (generation), pengumpulan (collection), pemindahan (transfer), pengangkutan (transportation), pemrosesan (processing), pembuangan akhir (final disposal) sampah yang dihasilkan pada masyarakat tersebut. Pendekatannya tidak lagi sesederhana menghadapi masyarakat non-industri, seperti di perdesaan.  Seluruh proses tersebut hendaknya diselesaikan dalam rangka bagaimana melindungi kesehatan masyarakat, pelestarian lingkungan hidup, namun secara estetika dan juga secara ekonomi dapat diterima.
Beragam pertimbangan perlu dimasukkan, seperti aspek adminsitratif, finansial, legal, arsitektural, planning, kerekayasaan. Semua disiplin ini diharapkan saling berkomunikasi dan berinteraksi satu dengan yang lain dalam hubungan interdipliner yang positif agar sebuah pengelolaan persampahan yang terintegrasi dapattercapai secara baik.
Pengelolaan sampah terpadu dapat didefinisikan sebagai pemilihan dan penerapan teknik-teknik, teknologi, dan program-program manajemen yang sesuai, untuk mencapai sasaran dan tujuan yang spesifik dari pengelolaan sampah. USEPA di Amerika Serikat mengidentifikasi 4 (empat) dasar pilihan manajemen strategi, yaitu:
a.  Reduksi sampah di sumber
b.  Recyclingdan pengomposan
c.  Transfer ke enersi (waste-to-energy)
d.  Landfilling
Negara Bagian Kalifornia mengartikan konsep integrasi tersebut dengan menerapkan secara hierarkhi pilihan teknologi tersebut, yaitu :
a.  Reduksi sampah di sumber
b.  Recyclingdan pengomposan
c.  Transformasi limbah
d.  Landfilling
Artinya transformasi sampah baru dipertimbangkan bila telah dilakukan upaya-upaya recyclingatau pengomposan sebelumnya, guna mengurangi secara kuantitatif sampah.
Konsep pengelolaan sampah permukiman secara terintegrasi (Damanhuri dan Padmi, 2010).
Telah dibahas sebelumnya, bahwa penanganan sampah yang terintegrasi bertujuan untuk meminimalkan atau mengurangi sampah yang terangkut menuju pemrosesan akhir. Pengelolaan sampah yang hanya mengandalkan proses kumpul-angkut-buang menyisakan banyak permasalahan dan kendala, antara lain ketersediaan lahan untuk pembuangan akhirnya. Daur ulang sampah sudah menjadi dasar yang diamanatkan oleh UU-18/2008.
Masing-masing kota diperkirakan pada tahun-tahun mendatang akan mengalami penambahan penduduk yang cukup besar sehinggapembuangan sampah akan mengalami peningkatan yang pesat pula, terutama sampah organik yang merupakan jumlah sampah terbanyak. Persentase pemanfaatan kembali sampah oleh masyarakat masih jauh dari jumlah sampah yang dihasilkan, sehingga volume sampah yang belum tertanggulangi masih banyak. Untuk mendukung upaya pemerintah dalam strategi pengurangan sampah tentunya pemanfaatan kembali sampah merupakan hal yang sangat penting dan sangat diajurkan.
Selain dapat mengurangi timbulan sampah yang berasal dari sumbernya sendiri, kegiatan pemanfaatan kembali khususnya sampah an-organik ini banyak sekali manfaatnya bagi warga, seperti diperolehnya usaha sampingan, pembukaan lapangan pekerjaan baru, memperkuat kepedulian terhadap lingkungan, juga memperkuat peranserta masyarakat. Manfaat lain yang mungkin dirasakan oleh pemerintah adalah mengurangi subsidi untuk penanganan sampah. Sampai saat ini timbulan sampah yang dapat ditangani oleh pemerintah daerah belum mencapai 100%. Hal ini berarti masih terdapat sampah yangtertinggal atau tidak tertangani oleh pemerintah daerah disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana yang ada. Upaya pemanfaatan kembali, pengolahan dan kampanye pengurangan sampah terutama sampah non-organik merupakan alternatif yang sangat positif sebagai kerangka untuk menjawab permasalahan persampahan tersebut. Sektor informal yang berkecimpung dalam masalah pendaur-ulangan barang-barang bekas atau sampah memiliki potensi dalam pengurangan sampah khususnya sampah non-organik yang ada di perkotaan.
Sektor informal yang selama ini telah aktif dalam upaya daur-ulang sampah kota yaitu pemulung, lapak dan bandar perlu diintegrasikan dalam sistem pengelolaan sampah kota yang berpusat pada sarana pengelolaan sampah tersebut. Program daur-ulang pada dasarnya tidak hanya dilakukan di sumber-sumber timbulan sampah, akan tetapi juga diterapkan di tempat transit sampah (TPS) yang dapat disebut sebagai pengolahan skala kawasan, atau dalam lokasi pengolahan/pemrosesan akhir. Penerapan program daur-ulang dan proses pengolahannya di tempat pengolahan/pemrosesan akhir, dikenal dengan konsep Pengolahan Sampah Terpadu. Konsep ini prinsipnya menyatukan secara terpadu kegiatan pembuangan akhir dengan kegiatan proses pemilahan, daur ulang, dan komposting, dan upaya lainnya agar sampah yang akan diurug menjadi lebih sedikit. PPT dan PPLH ITB pada tahun 1980-an telah memperkenalkan dan menguji-coba konsep ini sebagai Kawasan Industri Sampah (KIS).
Dengan pengembangan sistem pengolahan sampah terpadu ini, fungsi dari tempat pemrosesan akhir sampah pada beberapa tahun mendatang dapat menjadi tidak dominan karena kapasitas sampah yang akan diurug lebih kecil daripada sampah yang dapat diolah atau dimanfaatkan lagi, hal ini seiring dengan tahap pengembangan pengelolaan persampahan yang semakin meningkat.


Daftar Pustaka

Ardiyansyah, Rizal. 2014. Alasan Dan Dampak Membuang Sampah Di Sungai dalam http://rizalardiansyah25.blogspot.co.id/2014/02/alasan-dan-dampak-membuang-sampah-di.html [diaskes pada 1 November 2015]
Basriyanta. 2007. Mamanen Sampah. Yogyakarta: Kanisius
Djajadiningrat,  T.  Surna.  1993.  Terjemahan  Environmental  Management Development in Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Damanhuri, Enri dan Padmi, Tri. 2011. Diktat Mata Kuliah Pengelolaan Persampahan. Bandung : ITB
Kurib, Abas. 2010. Model Pengelolaan Sampah Domestik Permukiman Penduduk di Pinggir Sungai Musi Kota Palembang dengan Pendekatan Reduce, Reuse, Recycle dan Partisipasi. Bogor : IPB
Nur  Sulistiawan,  Insan.  2008.  Skripsi.  Pengelolaan  Sampah  Terpadu  Di Perumahan Pamungkas  Yogyakarta.  Yogyakarta:  Jurusan  Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universiatas Islam Indonesia
Pambudy, R. 1999. Perilaku Komunikasi, Perilaku Wirausaha Peternak, Dan Penyuluhan Dalam Sistem Agribisnis Peternakan Ayam. Bogor : IPB
Tim  Penulis  PS.  2008.  Penanganan  dan  Pengelolaan  Sampah.  Bogor:  Penebar Swadaya
http://birohukum.pu.go.id/Rumah%20Negeri/UU18-2008.pdf.  Undang-undang Republik  Indonesia  Nomor  18  Tahun  2008.  Tentang  Pengelolaan Sampah.
http://www.terranet.or.id/konferensi/0307-sampah/draft_RUU_isi.pdf.  Oleh: Japan  International  Cooperation  Agency  (JICA).  2005.  Draft  Naskah Akademis  Rancangan  Undang-Undang  Pengelolaan  Persampahan


 IDENTITAS PENULIS

 


Nama                           : Mawan Eko Defriatno
Tempat / tgl lahir         : Lumajang / 1 Desember 1990
Alamat                         : Sumber Anyar, kec. Rowokangkung, kab. Lumajang
Jenis kelamin               : Laki-laki
Status                          : Mahasiswa magister (S2)
Jurusan                        : Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih dan Sanitasi
Fakultas                       : Teknik Sipil dan Lingkungan
Universitas                  : Institut Teknologi Bandung (ITB)

1 komentar:

  1. Masyarakat pada umumnya menganggap bahwa sampah merupakan barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang.
    LukQQ
    Situs Ceme Online
    Agen DominoQQ Terbaik
    Bandar Poker Indonesia

    BalasHapus